Akidah  

SEBATAS MANAKAH ALLAH BISA MELIHAT DAN MENDENGAR?

Sebagai-mana sudah maklum, bahwa Allah Swt. Wajib mempunyai sifat sama’ dan bashar, tak masuk akal jika Allah tidak bisa melihat dan mendengar. Yang mana ke-duanya merupakan sifat yang ada (melekat) pada Dzat Allah. Keduanya selalu di sebut dengan bergandengan dan dari segi takrif-pun identik, tidak seperti sifat-sifat yang lain? Misalnya wujud dan qidam, sifat ini tidak di sebut dengan cara bersamaan, dak dari sisi definisipun juga sangat berbeda. Faktornya karena tujuan kedua sifat tersebut (sama’ dan bashar) sebagai simbol berbeda dengan sifat yang lain, bukan untuk membeda-bedakan antara yang satunya (sama’) pada yang lain (basar) atau sebaliknya. Karena itu tak akan terjadi.

Terkadang banyak kejanggalan-kejanggalan, ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlintas dalam benak hati kita, misalnya dari sisi sifat bashar ‘apakah Allah bisa melihat terhadap semua suara, dan apakah mungkin suara bisa untuk dilihat, wong tak ada bentuknya’? dan dari sisi sifat sama’ ‘apakah Allah bisa mendengar terhadap semua benda, sedangkan benda tidak bersuara.? seharusnya benda itu bisa dilihat bukan didengar’ statemen sebagian orang.

Allah wajib sama’ dan bashar sebagai-mana yang ada di awal. Artinya Allah bisa melihat dan mendengar pada semua yang ada, mustahil jika Allah tidak bisa melihat dan mendengar,karena hal tersebut sebuah kekurangan. Mustahil bagi Allah untuk mempunyai sifat kekurangan. Lantaran ketika Allah mempunyai sifat kekurangan, berarti Allah butuh pada sosok penyempurna. Sementara Allah adalah sosok penyempurna itu sendiri. Tidak ada istilah penyempurna butuh pada penyempurna. Malah nantinya akal terjadi daur dan tasalsul, itu-pun mustahil bagi Allah. Hal diatas hanyalah sebatas dalil akli (akal). Adapun Dalil secara naqlinya,(nash) di dalam al-Quran Allah berfirman:

ان الله سميع بصير
“sesungguhnya Allah maha mendengar dan melihat”
Karena sama’ bashar-nya Allah berhubungan dengan sesuatu yang ada, maka Allah bisa melihat Dzat zaid dan juga bisa didengar misalnya. Bahkan pada jamadat-pun (benda mati) seperti tembok, kayu, batu, dll Allah bisa melihat dan medengarnya. Tidak bisa terbayangkan! Memang seperti itu kenyataanya, tapi kita wajib iman walaupun tidak masuk akal , karena akal kita tidak akan bisa mendeteksinya, hanya Allah yang maha tahu. Sebagaimana dalam kitab kifayat al-Awamnya
يجب علينا الإيمان بأنهما متعلقان بكل موجود وأما كيفية التعلق مجهولة لنا
“kita wajib iman bahwa sama’ dan basharnya Allah berhubungan dengan setiap sesuatu yang ada adapun caranya, kita tidak mengetahuinya”
Beda hal-nya dengan sekte muktazilah yang mengatakan bahwa basharnya Allah hanya berhubungan pada hal-hal yang hanya dapat dilihat saja, kalau misalnya yang tidak bisa dilihat maka otomatis Allah tidak dapat melihatnya. Misalnya kepada suara. Dan sama’-nya (Allah) hanya berhubungan pada hal-hal yang bisa di dengar saja. Kalau pada benda mati, maka Allah tidak dapat mendengarnya. Padahal, jangankan pada makhluknya , kepada dirinya-pun Allah dapat milihat dan mendengarnya, baik pada Dzatnya maupun sifatnya. Ini yang di namakan ‘taalluq bikulli maujud wajiban’
Ada dua perbedaan antara sama’ bashar-nya Allah dengan sama’ basar-nya makhluk Pertama: berbeda dalam hakikatnya, karena sama’ dan bashar-nya makhluk diciptakan oleh Allah melalui pelantara gendang telinga dan kedua mata, sementara sama’ dan bashar-nya Allah adalah dua sifat yang maujud dan melekat pada Dzat Allah. Kedua; berbeda dalam sisi taklukannya. Karena sama’ dan basharnya makhluk hanya berhubungan pada suara,serta basharnya bertakluk pada jirim dan warna. Berbeda dengan sama’ dan basharnya Allah, karena keduanya bertakluk pada semua hal yang ada, dengan ziadah (penglihatan dan pendengarannya) dengan ilmu (Allah) atau lebih jelasnya Inkisyaf bi ilmihi. Contoh sederhananya, Allah dapat melihat dan mendengar pada langkah-langkah Zaid yang sedang berjalan dengan ziyadah dengan ilmunya.
Implikasinya, penglihatan dan pendengarannya Allah tidak ada batasannya lantaran bertakluk pada semua hal-hal yang ada, baik yang bersuara atau tidak bersuara. Maka dari itu, andai ada orang sedang melaksanakan shalat, apakah dia ikhlas dan khusyuk dalam mengerjakannya atau misal sebaliknya (naudzubillah) Allah pasti mengetahui dengan apa yang ada di dalam hatinya. Berbeda dengan manusia, dia tak mungkin tahu, apakah orang itu khusyuk dan ikhlas dalam melaksanakan shalatnya atau tidak?. Karena tidak ada yang tahu terhadap hal-hal ghaib kecuali Allah SWT. Sebagaimana dengan pepatah yang telah masyhur:
لايعلم الغيب إلاالله
“hanya Allah yang tahu pada hal yang ghaib”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *