Akidah  

PERSAKSIAN DARI ORANG KAFIR APAKAH DAPAT DITERIMA?

Dalam fan-fan fiqih orang akan dikatakan islam ialah melafalkan kalimat tauhid, bahkan  menurut Sebagian ulama seseorang juga harus mengucapkan kalimat persaksian yakni lafal اشهد dengan itu, bila tidak menyebut kalimat persaksian maka imannya tidak sah. Namun apabila ada orang kafir semasa hidupnya ia tidak mau masuk islam tapi saat ajal akan menjemputnya (mau mati) eh, ternyata ia melontarkan kalimat لااله الاالله atau hanya لااله saja. apakah ia bisa disebut iman menurut tauhid?

Dalam kitab Ad-Dusuqi karangan syekh Muhammad Ad-dusuqi bahwa lafal الا  pada kalima لااله الا الله bila ditujukan sebagai ististna mahdloh maka, kalam tersebut tidak berfaidah karena tujuan kalimat tersebut ialah menetapkan sifat ketuhanan kepada Allah, dan meniadakan sifat ketuhanan pada selain Allah, artinya, apabila orang kafir hanya melafalkan لااله  maka ia tetap kafir (tidak islam), sama halnya, bila orang islam hanya melafalkan لااله yang mana artinya, tiada tuhan (hanya meniadakan sifat ketuhanan) maka ia tetap islam kerena kalamnya tidak berfaidah.

ان الا في لااله الاالله ان جعلت لمحض الاستثناء فلا يكون الكلام مفيدا للمطلوب وهو ثبوت الوهية لله ونفيها عن غيره سواه. الدسوقي ص.205

“Sesungguhnya lafal الا pada kalimat لااله الاالله jika dijadikan ististna maka kalam tersebut tidak sesuai  dengan tujuan faidah tersebut yakni menetapkan sifat ketuhanan dan meniadakan sifat ketuhanan pada selain Allah”

Tapi itu, menurut ilmu gramatika arab, Adapun secara urf maka ulama sepakat bahwa kalam tersebut memberikan faidah, jadi, bila ada orang kafir (yang hendak mati) jika hanya melafalkan لااله maka secara otomatis ia masuk islam, sebagaimana pada keterusan ibarat di atas.

واما بالنظر للعرف فهي مفيدة للحصر اتفاقا. ص.205

“Adapun bila dipandang secara urf maka kalam tersebut ulama sepakat dapat memberikan faidah”

Bahkan imam Sanusi dalam kitab ummul-barahin menerangkan, bahwa, melafalkan dua kalimat syahadat bagi orang kafir yang hendak mati itu tidak wajib, sehingga orang tersebut dapat di katagorikan mukmin, tapi menurut sebagian ulama berbeda berpendapat, seseorang tidak di sebut iman apabila belum melafalkan dua kalimat syahadat.

واماالكافر فذكره لها واجب شرط في صحة ايمانه القلبيى مع القدرة وان عجزعنها بعد حصول ايمانه القلبي لفاجاءة الموت له ونحو ذلك سقط عنه الوجوب وكان مؤمنا هذا هو المشهور من مذاهب العلماء اهل السنة وقيل لايصح الايمان بدونها مطلقا

“Adapun orang kafir maka harus melafalkan kalimat tauhid karna menjadi syarat sahnya iman (dalam hati) tapi bila kuasa, kalau orang yang tidak kuasa melafalkan kalimat tauhid (ketika hatinya sudah iman) ketika hendak mati dan sesamanya, maka, kewajibannya gugur dan ia dikatakan mukmin. pendapat ini pendapat ulama ahlis-Sunnah wal jamaah yang sudah masyhur. dan dikatakan, tidak sah iman (secara mutlak) tanpa kalimat tauhid”

Jadi, apabila ada orang kafir tidak mempunyai waktu untuk melafalkan kalimat tauhid karena ia akan mati maka ia disebut mukmin yang penting ia sudah iman dalam hatinya bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Nah, mafhum muqabalah-nya, orang yang tidak melafalkan saja itu sudah dianggap iman, apalagi sampai melafalkan, walaupun sebatas sekalimat saja (hanya لااله atau لااله الا الله ), tidak sampai tuntas seperti contoh اشهد ان لااله الا الله واشهدان محمدالرسول الله maka, ia tetap disebut mukmin. Hanya saja orang tersebut tidak dapat meneruskan persaksian tersebut lantaran nyawanya sudah habis.

Faidah Kalimat Tauhid

Ada banyak faidah kalimat tauhid, baik bagi orang yang bisa mengucapkan atau yang tidak bisa sprt, ‘ajiz (orang yang tidak bisa melafalkan kalimat tauhid) dan orang kafir yang mau mati. Bahkan bagi orang yang sekedar tahu pada kalimat tauhid ia juga memperoleh dari faidah kalimat tersebut. Terbukti dari sabda nabi;

من كان في اخر كلا مه لااله الاالله دخل الجنة

“bila pada akhir kata seseorang mengatakan lafal لااله الاالله maka ia masuk surga”

من مات وهو يعلم ان لااله الاالله دخل الجنة

“bila mati dan ia tahu pada kalimat لااله الاالله maka, ia masuk surge”

Syekh Muhammad ad-Dusuqi menafsiri hadist pertama, bahwa, hadist tersebut untuk orang yang kuasa mengucapkannya. Sementara hadist yang ke-dua, untuk orang yang tidak bisa mengucapkan, cukup ia tahu pada kalimat tersebut, maka ia masuk surge.

فالحديث الاول محمول على من يستطيع النطق سواء كان عاصيا او طائعا والحديث الثاني محمول على من لايستطيع ص.224

“hadist pertama ialah untuk orang yang bisa mengucapkan baik itu orang yang bermaksiat atau orang taat. Adapun hadist ke-dua ialah untuk orang yang tidak kuasa mengucapkannya”

Dan masih banyak lagi hadist yang menerangkan keutamaan orang yang membaca kalimat tersebut. Seperti sabda nabi lagi;

مفتاح الجنة لااله الاالله

“pembuka surge ialah لااله الاالله “

اسعد الناس بشفاعتي يوم القيامة من قال لااله الاالله خالصا مخلصا من قلبه

“berbahagialah orang yang membaca lafal لااله الاالله secara ikhlas dalam hatinya dengan mendapat syafatku kelak di hari kiamat”

من دخل القبر بلااله الاالله خلصه الله من النار

“orang yang hendak masuk kubur dan membaca لااله الاالله maka Allah selamatkan dari api neraka”

لقنوا موتاكم لااله الاالله فانها تهدم الذنوب هدما

“talqini akhir hayatmu dengan لااله الاالله karena itu sungguh akan merobohkan (menghapus) dosamu”

Maka dari itu, perbanyaklah membaca kalimat tauhid agar mendapat fadilah-fadilah kalimat tauhid. Apalagi sampai istihdlor (mandarah daging), maka orang tersebut bisa melihat rahasia-rahasia dan keajaiban dari kalimat tersebut.

M. Baidhowi

Santri Aktif PP. Nurul Ulum Tagrinih Timur

Respon (12)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *