Kajian  

ISLAM DAN TRADISI, BERGANDENGAN?

ISLAM DAN TRADISI
ISLAM DAN TRADISI

Harus dipahami, bahwa Islam itu adalah agama. Islam bukanlah budaya dan tradisi. Akan tetapi Islam tidak anti terhadap tradisi dan budaya. Bahkan suatu tradisi dan budaya yang telah melekat terhadap masyarakat tidak dilarang dalam agama, maka dengan sendirinya menjadi bagian dari syariah Islam. Asalkan tidak menyalahi norma-norma agama.
Demikian ini dengan dalil-dalil al-Quran, Hadis dan Asar kaum salaf yang diutarakan dalam kitab-kitab yang otoritatif.
خذ العفو وأمر بالمعروف وأعرض عن الجهلين, الأعراف ج7 ص199
“Jadilah engkau pemaaf dan seruhlah orang mengerjakan ma’ruf (tardisi yang baik), serta berpalinglah dari ornag bodoh”. (QS. Al-A’raf [7]: 199)

Maksud ayat diatas Allah Swt memerintahkan Nabi Saw agar menyuruh umatnya untuk mengerjakan ma’ruf. Maksud dari kata Urf dalam ayat di atas adalah (mengerjakan tradisi yang baik). Dalam hal ini, Syaikh Wahbah az-Zuhaili berkata:
والواقع أن المراد بالمعروف في الأية هو المعنى الغوي وهو الأمر المستحسن المعروف
Yang realistis , maksud dari uruf dalam ayat di atas adalah arti secara bahasa, yaitu tradisi baik yang telah dikenal masyarakat. az-Zuhaili, Usulu-Fiqh al-Islami, Juz 2 Hlm 836.

Penafsiran Urf dengan “tradisi yang baik” dan “telah dikenal masyarakat” dalam ayat di atas, sejalan dengan pernyataan ulama ahli tafsir.
al-Imam an-Nasafi beliau berkata dalam tafsirnya:
وأمر بالمعروف: هو كل خصلة حسنة ترتضيها العقل ويقبلها الشرع
“Suruhlah orang yang mengerjakan urf”, yaitu setiap perbuatan yang disukai oleh akal dan diterima oleh syariat. Tafsir an-Nasafi, juz 2, hlm 82.
وأمر بالمعروف: أي بكل ما عرفه الشرع وأجازه, فإنه من العفو سهولة وشرعا
“Suruhlah orang yang mengerjakan urf”, yaitu setiap perbuatan yang telah dikenal baik oleh syariat dan dibolehkannya. Karena hal tersebut termasuk sifat pemaaf yang ringan dan mulia. al-Biqa’i, Nazmud-Durar fi Tanasubil-Ayati was-Suwar, juz 3 hlm 174.

Dan ada juga dalil hadis yang memperkuatkan pemaparan diatas. Dalam hadis diterangkan:
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ( إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق ).
Abu Hurairah Radiyallahu Anhu berkata: Rasullah Saw bersabda: “sesugguhnya aku diutus hanyalah umtuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.” Hadis riwayat Ahmad (8939), Ibnu Sa’ad (1/192), al-Baqhaqi (20571-20572), ad-Dailami (2098), dan disahihkan oleh al-Hakim sesuai dengan Syarah Muslim (2/670 [4221]).

Dalam banyak tradisi, sering sekali terkandung nilai-nilai budi pekerti yang baik, dan Islampun datang untuk menyempurnakannya. Oleh karena itu, kita dapati hukum syariah dalam islam diadopsi dari tradisi Jahiliyah seperti hukum qasamah, diyat, keserasian sosial dalam nikah, dan tradisi baik lainnya dari Jahiliyah.

Demikian diterangkan dalam banyak dalam fikih. Sebagaimana puasa Asyura, yang berasal dari tradisi Jahiliyah dan Yahudi, sebagaimana di riwayatkan dalam Sahaih Bukhari dan Sahih Muslim.
Islam juga sangat memberi toleransi terhadap tradisi. Dalam hadis lain dikemukakan:
عن أبى موسى الأشعري رضي الله عنه قال: كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا بعث أحدا من أصحابه في بعض أمره, قال: ( بشروا, ولا تنفروا, ويسروا ولا تعسروا). (رواه مسلم)
Abu Musa al-Asy’ari Radiyallahuanhu berkata: apabia Nabi Saw mengutus seseorang dari sahabatnya tentang suatu urusan, beliau akan berpesan: “sampaikanlah kabar gembira, dan jangan membuat mereka benci (kepada agama). Mudahkanlah dan jangan mempersulit.” (HR. Muslim [1732].
.
Hadis diatas memberikan pesan bahwa islam itu agama yang memberikan kegembiraan kebahagiaan, dan tidaklah mempersulit mereka, bahkan untuk membencinya, antara lain dengan menerima kebiasaan baik yang dilakukan dari luar Islam.

Sebagaimana dimaklumi, masyarakat pada umumnya sangatlah sulit melepas tradisi-tradisi yang telah berjalan lama. Menolak tradisi mereka seakan-akan mempersulit keislaman mereka.

Perhatian Islam terhadap tradisi juga ditegaskan oleh para sahabat, antara lain adalah Abdullah bin Masud beliau berkata;
ما رأه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما راه المسلمون سيئا فهو عند الله سيء. (رواه أحمد وأبو يعلى والحاكم).
Tradisi yang dianggap baik oleh umat Islam, maka menurut Allah adalah baik. Tradisi yang dianggap buruk oleh umat Islam buruk, maka buruk juga menurut Allah. (HR. Ahmad, Abu ya’la dan al-Hakim).

Ada sebuah kaedah, dari pernyataan al-Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi al-Hanbali, murid dari panutan kaum wahabi, akan tetapi wahabi sendiri sangat kontra terhadap tradisi-tradisi, dialah Syeikh Ibnu Taimiyah, murid beliau berkata dalam al-Adabusy-Syar’iyyah sebagai berikut:
وقال ابن عقيل في الفنون لا ينبغي الخروج من عادات الناس إلا في الحرام فإن الرسول صلى الله عليه وسلم ترك الكعبة وقال (لولا حدثان قومك قومك الجاهلية). وقال عمر: لولا أن يقال عمر زاد في القرأن لكتبت اية الرجم. وترك أحمد الركعتين قبل المغرب لإنكار الناس لها, وذكر في الفصول عن الركعتين قبل المغرب وفعل ذلك إمامنا أحمد ثم تركه بأن قال: رأيت الناس لا يعرفونه, وكره أحمد قضاء الفواءت في مصلى العيد وقال: أخاف أن يقتدي به يعض من يراه.
Imam Ibnu Aqil berkata dalam kitab al-Funun, tidak baik keluar dari tradisi masyarakat, kecualli tradisi haram, karena Rasulallah Saw telah membiarkan Kakbah dan berkata: “seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah…” Sayyidina Umar berkata: “seandainya orang-orang tidak berkata, ‘Umar menambah al-Quran’, aku akan menulis ayat rajam didalamnya.” Imam ahmad bin hanbal meninggalkan dua rakaat sebelum maghrib karena masyarakat mengingkarinya. Dalam kitab al-Fusul disebutkan tentang dua rakaat sebelum maghrib, bahwa imam kami Ahmad bin Hanbal pada awalnya melakukannya, namun kemudian meninggalkanya dan beliau berkata, “aku melihat orang-orang tidak mengetahuinnya.” Ahmad bin Hanbal juga memakruhkan melakukan qada salat di musala pada waktu dilaksanakannya salat id (hari raya). Beliau berujar “saya khawatir orang-orang yang melihatnya akan ikut ikutan melakukannya.” Al-Imam Ibnu Mfulih al-Hanbali, al-Adab asy-Syar’iyyah, juz 2, hlm.47.

Pemaparan diatas sangat jelas menunjukan agar kita mengikuti tradisi masyarakat, selama tradisi itu tidak haram.
Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan salat sunah qobliyyah Magrib, karena tradisi masyarakatnya tidak mengerjakannya dan menganggapnya tidak sunah. Untuk menjaga kebersamaan dan kerukunn dengan mereka.

Dengan semua penjabaran diatas memberikan kesimpulan suatu kaedah, bahwa keluar dari tradisi tersebut tidaklah baik, kecuali tradisi tersebut tidak diharamkan dalam agama. Bahkan dari kaedah tersebut sangatlah dianjurkan untuk mengerjakannya.
Kaedah tersebut didasarkan al-Quran, Hadis, Asar para sahabat dan ulama yang saleh.

Exit mobile version