Kajian  

CARA MENYIKAPI JATUH CINTA MENURUT ISLAM

Cinta merupakan sebuah keniscayaan yang tertanam pada diri manusia. Berbicara tentang cinta Syekh Ali Ghoma mendefinisikan cinta adalah “pengorbanan bukan hanya condongnya hati saja.” Jika kita membahas tentang cinta kurang lengkap rasanya jika tidak mengetahui tanda-tandanya.

Di antara tanda cinta yaitu:

كثراة شوقه وكثراة ذكره

“Selalu merindu dan selalu teringat.”

Lalu bagaimana islam menanggapi hal tersebut?. Disini kami akan mengklasifikasi menjadi tiga aspek.

1). Islam mengakui rasa cinta.

   Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugrah yang kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dll.

Allah SWT berfirman:

زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين

   “Dijadikan indah pada manusia kecintaan pada apa-apa yang di ingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak.” (QS. Ali Imran:14)

   Khusus kepada laki-laki, islam menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah yang paling penting dari itu adalah penuh dengan tanggung jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya dengan cara yang paling baik. Rasulullah SAW bersabda,

خيركم خيركم لأهله وانا خيركم لأهلي

   Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku’. (HR Bukhari).

2). Cinta kepada lain jenis hanya ada dalam wujud ikatan formal.

Dalam islam, cinta kepada lain jenis itu hanya  di benarkan mana kala ikatan diantara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat. Sebab cinta dalam pandangan islam adalah sebuah tanggung-jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan ataupun digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji mulut lewat SMS, chattingan WA, dan sejenisnya.

Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak. Bahkan lebih kerennya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka, seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, (di lamar) mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi pelindung  bahkan mengambil alih kepemimpinannya dari bahu sang ayah keatas bahunya. Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu ‘laki-laki sejati’. Karena dia telah menjadi suami dari seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki itu betul seorang gentle man atau sekedar kelas lelaki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi “the real man”.

3). Pacaran bukanlah penjajakan / perkenalan.

Bahkan kalaupun pacaran itu dianggap sebuah sarana untuk saling melakukan penjajakan, atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajakan seperti itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya atas data yang diperlukan dalam sebuah hubungan pernikahan. Dalam format mencari pasangan hidup, islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang empat kriteria yang terkenal itu.

تنكح المرأة لأربع: لمالها, ولحسبها, ولجمالها, ولدينها, فاظفربذات الدين تربت يداك

Wanita itu dinikahi karena empat hal: 1. Hartanya 2. Nasabnya 3. Kecantikannya 4. Dan karena agamanya, maka pilihlah wanita yang baik agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Imam Bukhari Muslim) . Selain empat kriteria itu, islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting. Inilah peroses yang dikenal dalam islam dengan istilah ta’aruf.  Jauh lebih bermanfaat dan objektif dibandingkan kencan berduaan. Sebab kecendrungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka menggunakan pakaian yang terbaik, bermake-up, parfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya. Dengan demikian kami simpulkan, bahwa pacaran islami kalau itu memang mau dipaksakan adalah pacaran yang tidak melanggar syari’at (pacaran setelah nikah).

Exit mobile version